1.1. Latar Belakang Masalah
Dewasa ini, perkembangan teknologi
semakin canggih. Dari tahun ke tahun, temuan hasil karya-karya yang inovatif
semakin memudahkan pekerjaan manusia. Teknologi tersebut sangat memudahkan
manusia, terutama dalam hal berkomunikasi. Dari temuan sebelumnya seperti surat
pos, kini “disulap” menjadi e-mail atau surat elektronik. Media massa
seperti media cetak dan media elektronik juga berkembang pesat. Untuk
memperoleh informasi yang cepat dan terbaru, kini cukup dengan internet.
Berkembangnya internet menjadi trend masa kini, yang dikategorikan sebagai new
media.
Internet awalnya digunakan oleh Amerika untuk keperluan militer. Pencetusnya
bernama ARPA-net yang menghubungkan satu komputer ke komputer lain. Kemudian
berkembang dan akhirnya lahirlah sebuah internet (interconnected network).
Internet awalnya digunakan di sebuah universitas di Amerika. Lama-kelamaan
internet dapat diakses di setiap rumah-rumah melalui kabel telepon. Hingga
sekarang internet dapat diakses melalui handphone, pc tablet, dan
gadget-gadget lainnya.
Situs di internet atau biasa disebut
web yang tersedia diakses oleh penggunanya yang tidak ada habisnya. Munculnya
internet di masyarakat dapat melihat dunia lebih luas. Menurut Sardar (2008:159),
“Pendukung web berpendapat bahwa web membuka era demokratisasi baru dengan
memberikan kuasa kepada orang biasa untuk memproduksi dan menerima informasi
dan hiburan dari seluruh dunia”.
Internet banyak digunakan karena dapat berbagi informasi secara cepat. Beberapa
situs yang tersedia yaitu media sosial atau social media. Media sosial
yaitu media online, atau situs yang menyediakan penggunanya untuk berbagi
tulisan, obrolan, dan lain-lain. Situs media sosial seperti blog, facebook,
twitter, wordpress, friendster, myspace, google+ dan masih banyak lagi
situs-situs lainnya.
Masyarakat yang menggunakan media sosial sebagai alat
komunikasi, dapat mempererat hubungan satu sama lain. Dengan media sosial kita
juga bisa menambah teman. Sebelum kita dapat terhubung dengan teman di media
sosial, kita harus punya perangkat pendukung seperti komputer, handphone, atau gadget
lainnya yang dapat mengakses internet. Media sosial diakses penggunanya
bertujuan untuk saling berbagi informasi, saling berbagi foto atau video. Media
sosial memang dirancang untuk itu, seperti halnya Facebook. Situs pertemanan
ini dibuat oleh mahasiswa Amerika. Awalnya pengguna facebook hanya di kalangan
universitas itu sendiri. Kemudian berkembang hingga sekarang penggunanya mencapai
jutaan orang.
Maraknya situs pertemanan di Indonesia disambut oleh masyarakat yang kebanyakan
penggunanya adalah remaja. Penggunaanya dari tahun ke tahun semakin meningkat,
mulai dari dewasa dan mewabah ke orang tua, bahkan anak-anak. Mereka
menggunakan situs pertemanan karena kebanyakan remaja Indonesia cenderung
mengikuti lifestyle yang terbaru. Apalagi didukung dengan teknologi
terbaru yang kini sedang heboh-hebohnya juga, misalnya dengan smartphone
atau pc tablet.
Selain itu terdapat situs media
sosial seperti blog, wordpress yang menyediakan penggunanya dapat memposting
tulisan atau artikelnya. Seperti halnya blog, disini kita dapat menulis
dan mempostingnya sehingga dapat dilihat oleh pengguna lain. Isinya dapat berupa
tentang kesehatan, ilmu pendidikan, catatan harian atau hal-hal lain yang kita
tulis. Tulisan yang dimuat di blog atau wordpress dapat kita komentari sehingga
terjadi komunikasi di dunia maya.
Banyaknya situs media sosial yang populer dan berkembangya teknlogi,
makin banyak pula masyarakat yang menggunakannya. Karena kebutuhan manusia
tidak ada habisnya dan era saat ini masyarakat selalu sadar informasi. Tahun ke
tahun pengguna situs media sosial di Indonesia semakin marak. Ada pula
masyarakat mengambil kesempatannya ini sebagai media promosi, seperti berbisnis
dan promosi lewat twitter atau facebook, berkampanye politik dan
lain-lain.
Banyak produsen teknologi yang bersaing di Indonesia karena kesempatan pasar
yang masyarakatnya “haus” gadget terbaru. Produsen membuat inovatif
terbaru yang diminati oleh konsumen. Harga yang ditawarkan pun bisa dikatakan
tidak mahal. Hanya dengan handphone mereka bisa mengakses internet, dan membuka
situs media sosial yang disediakan. Media sosial yang banyak diakses adalah
situs pertemanan. Mereka bisa menghabiskan berjam-jam dengan di depan komputer,
atau dengan handphone yang didukung untuk mengakses internet. Aplikasi
yang diberikan cukup beragam, seperti Facebook. Banyak fitur yang diberikan,
seperti game, videocall, chatting, berbagi foto atau video, update
status, dan masih banyak lagi. Menjelajah media sosial tidak ada habisnya.
Hal ini bisa dikatakan bahwa ketergantungan masyarakat terhadap media sosial
sudah mewabah di negeri ini.
“Social media
merupakan bagian dari teknologi yang tidak bisa dihindari. Artinya, teknologi
itu akan datang dan kita tidak bisa menghindar. Misalnya ada sisi negatifnya
lalu kita tidak boleh menggunakan itu, tentu tidak bisa. Teknologi merupakan
keniscayaan sejarah, dengan segala konsekuensinya. Teknologi akan selalu
datang. Ketika kita menghambatnya, berarti kita telah menghambat perkembangan
dan pengetahuan manusia di muka bumi,” ujar Henry.
Memang teknologi tak bisa ditahan.
Selama manusia masih mampu berpikir dan berinovasi, maka teknologi baru akan
terus bermunculan. Setiap hari, setiap jam, bahkan setiap detik teknologi baru
tercipta. Tak jauh berbeda dengan perkembangan media yang kini memasuki era new
media atau sering dikatakan sebagai media masa depan. Menurut dosen Ilmu
Komunikasi Institut Manajemen Telkom (IM Telkom), Alila Pramiyanti, S.Sos,
M.Si, new media memiliki konsep cukup luas dan perkembangannya pun cukup pesat.
Tilik saja perkembangan komputer, internet, handphone, smartphone, hingga
tablet. Dengan perkembangan ini, banyak hal turut berubah, seperti kebiasaan,
pola hidup, hingga cara berkomunikasi. Perubahan jelas berdampak positif maupun
negatif. “Ketika teknologi komunikasi berkembang, cara orang berkomunikasi pun
berubah, dan pasti ada efek positif dan negatifnya. Positifnya, arus informasi
jadi lebih mudah, cepat, real time. Negatifnya, orang jadi kurang bertatap muka
dan lebih asyik dengan gadget-nya,” kata Alila.
Perubahan Budaya
Melihat budaya dahulu, berkomunikasi tatap muka merupakan hal yang terjadi
setiap harinya. Karena manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan
satu sama lain. Tidak mungkin seorang manusia tidak berinteraksi dengan orang
lain sama sekali. Masyarakat tidak tergantung pada alat komunikasi modern seperti
telepon. Budaya silaturahmi masih terasa saat itu, yang menjalin hubungan akrab
antar satu sama lain. Berkenalan dengan orang lain pun, pastinya dengan “face
to face”.
Dengan hadirnya surat-menyurat kemudian muncul teknologi telepon, handphone
atau sms, hingga media sosial, sedikit demi sedikit budaya tatap muka sangat
jarang terjadi. Hadirnya internet yang memudahkan untuk mengakses media sosial,
yang memudahkan untuk berkomunikasi sesama pengguna justru membawa pengaruh
lain yang membentuk budaya baru. Sebagai contoh pengucapan hari raya Idul
Fitri. Hari besar umat Islam ini di Indonesia dikenal dengan budaya
silaturahmi. Dari rumah ke rumah, bersalaman dan bertatapan muka kepada sesama
umat yang menjalankannya. Jarak yang dekat maupun jauh bisa bertemu langsung.
Tetapi lama-kelamaan hadirnya media sosial, cukup dengan mengucapkan melalui
media ini. Media sosial yang membentuk budaya baru memang memudahkan kita untuk
berkomunikasi, tetapi budaya silaturahmi ini seakan-akan “luntur”.
Salah satu penyebabnya yaitu
modernisasi.
Modernisasi dapat diartikan sebagai perubahan masyarakat
dari masyarakat tradisional yang selalu tertutup berubah menjadi masyarakat
yang lebih terbuka terhadap informasi-informasi terbaru. Modernisasi yang tidak
lain merupakan paham yang pada dasarnya berkiblat pada kehidupan
kebarat-baratan baik dari segi budaya, gaya bahasa, maupun sampai dengan
sesuatu yang prinsip dalam diri seseorang, ini merupakan sebuah perubahan yang
tidak terlalu cocok dengan kebudayaan dan pedoman hidup orang di Indonesia (Arfin, dkk. 2010: 113)
Budaya berkomunikasi melalui media sosial membawa dampak lain jika keseringan
menggunakannya. Dalam buku teori komunikasi massa (McLuhan, dalam Andy dan
Farid (eds), 2010: 39) mengatakan bahwa “dalam menggunakan media, orang
cenderung mementingkan isi pesannya saja dan orang sering kali tidak menyadari
bahwa media yang menyampaikan pesan itu juga memengaruhi kehidupannya”.
Sebagai contohnya adalah Facebook. Situs pertemanan ini bisa membawa pengaruh
negatif jika tidak menyikapinya dengan benar. Fenomena kemunculan situs-situs
jejaring sosial semacam FB memberi dampak yang cukup signifikan dalam mengubah
pola interaksi sosial antara sesama manusia dalam berkomunikasi (Pratiwi,
Jurnal Komunikasi, No.2, April 2012: 152). Masyarakat yang aktif di dunia maya,
belum tentu aktif di dunia nyata. Dalam hal berinteraksi secara langsung,
mereka masih kurang. Mereka bisa menghabiskan waktunya hanya dengan “bermain”
Facebook.
Masyarakat yang masih mengandalkan media sosial sebagai alat komunikasi, mereka
yang kurang berhati-hati dalam menyikapinya bisa saja melupakan teman-teman
“fisik” disekitarnya. Mereka cukup berkomunikasi melalui media sosial tanpa
bertemu langsung. Karena kurangya bertatap muka, bisa jadi seseorang “kurang
mahir” dalam berbicara. Lama-kelamaan seseorang dapat melupakan kehadiran
kehidupan nyata disekitarnya.
Fenomena chatting, videocall, comment, update status, tweet, yang selalu
melekat di kehidupan sehari-hari seolah-olah sangat penting. Tak jarang jika
seseorang bertemu dengan sesama teman penggunanya secara langsung untuk meminta
balasan pesan, “like statusku”, “balas commentku”. Bertatap muka
pun beralih ke dunia maya. Mereka berkomunikasi cukup dengan media sosial.
Apalagi media sosial yang didukung dengan aplikasi tambahan yang cukup
menghibur. Mereka terjebak di dunia maya seakan tidak ada habisnya. Para
pengguna internet hanyut dalam realitas virtual yang bersifat imajinatif bahkan
fantasi (Adam, Jurnal Komunikasi, No.1, Oktober 2009 : 82).
Online adalah sebuah kosakata umum dalam dunia keseharian kita yang
merujuk pada koneksi kita dengan dunia internet (Adam, Jurnal Komunikasi, No.1,
Oktober 2009 : 73). Budaya online sudah mewabah di masyarakat. Media
sosial seperti Facebook, Twitter tidak ada peraturan kosakata yang digunakan.
Masyarakat yang menggunakannya bebas menulis walaupun ejaannya kurang benar.
Sering terjadi penyingkatan kata, yang memengaruhi dalam pembelajaran kosakata
dengan benar. Sebagai contoh kata “kamseupay”, kata ini kepanjangan dari “kampungan
sekali uh payah” merupakan sebutan dari seseorang yang “kampungan”, yang
kurang trend, yang tidak mengerti lifestyle terkini. Dalam pembicaraan
sehari-hari pun kata tersebut diucapkan jika terdapat sosok seseorang yang
“kamseupay”. Sehingga budaya pengucapan yang benar menjadi berubah karena media
sosial.
Perubahan
Pola Komunikasi
Perubahan pola komunikasi yang terjadi
setelah tumbuhnya social media cukup besar. Dulu, konsep dasar komunikasi pada
media adalah adanya komunikator yang sering dijabarkan sebagai media massa,
kelompok besar atau organisasi, sementara komunikan adalah masyarakat yang
hanya menerima dan memberikan respon atau feedback tertunda. Kini, konsep itu
berubah drastis. Saat ini, individu dapat menjadi komunikator untuk khalayak
luas. Seorang komunikan pun dapat berubah menjadi komunikator ketika ia dapat
mengungkapkan atau mendorong bahkan mempropaganda masyarakat lainnya.
“Sekarang
yang namanya audiens atau komunikan bisa sekaligus menjadi komunikator.
Artinya, saat ini publik dapat menjadi komunikator, sedangkan dulu komunikator
adalah media, institusi-institusi besar, dan organisasi-organisasi besar. Jadi,
masyarakat dulu semi pasif atau bahkan pasif yang hanya menerima, kalaupun
berkomentar sifatnya terbatas dan tertunda. Sekarang, masyarakat pengguna media
konvensional pun kalah waktunya dibandingkan pengguna media modern semacam
social media. Gadget lebih sering digunakan ketimbang menonton televisi atau
membaca koran,” tutur Henry.
Dia melanjutkan, “Apakah seseorang
selama membuka social media akan diam saja? Tentu tidak. Ia akan baca,
forward pesan, komentar, bahkan membuat status atau twit baru, dan disebarkan.
Ini berarti dia sudah menjadi komunikator. Jadi, publik menjadi komunikator
untuk publik yang lain,” jelas Henry.
Tak hanya pola komunikasi yang terus
berubah jika dilihat dari sisi sejarahnya. Dosen Sekolah Komunikasi dan
Multimedia (SKM) IM Telkom, Imansyah Lubis, S.Sos, M.Si. memaparkan, perubahan
bermula dari komunikasi yang menggunakan simbol berbentuk grafik, gambar atau
lukisan. “Dahulu orang berkomunikasi salah satunya dengan lukisan gua yang
sifatnya piktorial dan visual, lalu diciptakan huruf misalnya huruf Mesir, Cina
dan Jepang yang berasal dari gambar. Hingga saat ini munculah huruf-huruf yang
dipahami. Nah, kini muncul lagi emoticon atau berbagai gambar, misalnya dalam
sms, seperti bibir tersenyum dan sebagainya. Ini sebuah perubahan yang kembali
kepada visual. Misalnya handphone dulu menggunakan tulisan ‘SMS’ atau ‘foto’
untuk menunjukkan menu tersebut. Tapi kini SMS (short message service)
menggunakan lambang amplop dan foto dengan gambar kamera. Semuanya kembali
kepada visual atau simbol, graphic user interface,” paparny.
Lain halnya dengan Alila yang
menyatakan, terjadi dua perubahan signifikan pola komunikasi. Pertama,
berkurangnya komunikasi tatap muka. Padahal komunikasi tatap muka cukup penting
untuk mengetahui bermacam bahasa tubuh yang tak bisa diungkapkan dalam
kata-kata saat berbicara. “Bahasa tubuh, mimik wajah, intonasi suara yang
spontan saat berbicara langsung tatap muka tak dapat tergantikan. Meski
sekarang ada emoticon, menurut saya, tetap saja berbeda. Emoticon akan terbatas
dan tak bersifat spontan. Komunikasi tatap muka akan lebih menemukan ekspresi
manusia secara lebih luas lagi,” ungkap Alila.
Senada Alila, Henry berpendapat,
komunikasi tatap muka memang semakin berkurang setelah munculnya social media.
Misalnya, pertemanan dan sosialisasi dengan tetangga cukup menurun ketimbang
sebelum adanya new media. Padahal, “Komunikasi personal tetap penting, terutama
untuk keluarga inti. Kalau kangen ke orang tua kan pengen ketemu langsung,
apalagi orangtuanya tidak suka pakai twitter. Tapi di lingkungan lebih
horisontal seperti ke tetangga, kenalan, dan sebagainya interaksi akan lebih
banyak via social media,” tambah Henry
Perubahan kedua menurut Alila,
munculnya budaya texting yaitu terbiasa menulis dalam bentuk teks-teks singkat.
Budaya texting ini juga berpengaruh terhadap kemampuan menulis (writing
skill). "Contohnya mahasiswa, mereka sering menggunakan gaya bahasa
ataupun tulisan SMS atau BBM (Blackberry Messenger) dalam ujian sehingga
pembahasan mereka lebih singkat, kurang lengkap, analisisnya kurang
mendalam. Menurut saya, kemampuan generasi sekarang agak menurun dalam writing
skill, khususnya dalam analisis, membuat paper, marketing plan, atau menyusun karya
ilmiah seperti skripsi. Mungkin karena mereka terbiasa dengan space terbatas,”
katanya.
Perubahan pola komunikasi akibat berkembangnya new media memang tak begitu disadari langsung masyarakat. Namun dari esensi dan nilai komunikasi amat terasa, sebab terkadang seseorang lebih sering berkomunikasi di dunia maya ketimbang berkomunikasi langsung di dunia nyata.
Berdasarkan latar belakang yang
telah diuraikan diatas, maka peneliti mencoba untuk merumuskan masalah dengan
tujuan untuk mengarahkan permasalahan yang akan diteliti, sehingga pada
penelitian ini. Peneliti menyimpulkan rumusan masalah yang akan diteliti
adalah, “MEDIA SOSIAL MENGUBAH BUDAYA
DAN POLA KOMUNIKASI YANG BERAKIBAT BERKURANGNYA
KOMUNIKASI TATAP MUKA DI KALANGAN MAHASISWA STISIPOL CANDRADIMUKA PALEMBANG” .
dibuat sebagai tugas ke 5 penulisan kreatif ( latar belakang skripsi)
Oh, Yanti toh... Yuk mampir jugo ke blog Nisa :)
BalasHapushttp://ramadonaloves.blogspot.com/